Salmah Lukmana

Cinta Dalam Cinta Oleh : Salmah Lukmana "Bagaimana ini, Mas? biaya yang kita butuhkan semakin besar, sementara tabungan kita sudah menipis. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Yayang Ira menatap wajah Azizul. "Bersabarlah Yayang, semua ini pasti bisakita lalui. Mas akan cari cara untuk melunasi biaya perawatan rumah sakit. Apapun akan mas lajukan demi kesembuhan anak kita." Azizul menggenggam tangan Yayang Ira, berusaha menenangkan dan memberi jawaban terbaik di tengah kegelisahan yang menyelimuti hati mereka. "Maafkan Ira, Mas." Bulir bening jatuh dari sudut mata Yayang Ira, membasahi genggaman tangan Azizul. "Sudahlah Yayang, gak ada yang salah, semua ini sudah menjadi rencana Allah. Mungkin Allah sedang menunjukkan cinta-Nya pada kita dan menguji cinta kita pada-Nya. Semua akan baik-baik saja Yayang, percayalah," Azizul merangkul bahu Yayang Ira dan menyeka air matanya. *** Aroma obat-obatan semerbak di setiap sudut ruang, sesekali ada teriakkan dan isak tangis yang terdengar dari balik pintu-pintu kamar. Pun tak jarang suasana haru menyelimuti ketika beberapa petugas berseragam putih tergesa-gesa membawa pasien menuju ruangan di ikuti isak tangis keluarganya. Azizul sedang duduk di antara deretan kursi tunggu, "kemana aku harus mencari uang sebanyak ini?" Azizul membatin, setelah membaca setiap huruf dan angka yang tertulis di selembar kertas yang ia pegang. Pikirannya menerawang pada kenyataan yang harus ia dan Yayamg Ira hadapi. Mereka sedang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pengobata dan operasi transplantasi hati bayi pertama mereka, yang mengidap penyakit Atresia Bilier sejak lahir. Penghasilan Azizul sebagai pegawai swasta jauh dari cukup untuk mengatasi masalah mereka, sedangkan Yayang Ira hanya sebagai ibu rumah tangga tanpa penghasilan. *** "Tadi dokter bilang kalau anak kita harus segera ditangani Mas, kondisinya semakin menurun, aku tidak siap jika harus kehilangannya," mata Yayang Ira berkaca-kaca, "apakah Mas sudah memperoleh pinjaman?" "Jangan bicara begitu Yang, mas sudah usahakan, tapi belum ada hasil." Azizul beranjak dari tempat ia berdiri kemudian di samping Yayang Ira. "Bagaimana kalau sertifikat rumah kita gadaikan saja Mas? mungkin tidak akan cukup tapi setidaknya bisa membantu Mas." "Rumah itu satu-satunya harta kita Yang, bagaimana kalau nanti kita tidak bisa melunasinya? kita mau tinggal dimana?" "Tapi kesembuhan anak kita jauh lebih penting Mas. Kita bisa melunasinya jika sudah punya uang. Bukankah Mas mengatakan akan melakukan apapun demi anak kita?" "Baiklah Yang, besok mas akan menggadaikan surat rumah kita sekaligus mencari tambahan biaya." "Terima kasih Mas." Yayang Ira mengguratkan senyum. *** Handphone Azizul bergetar, ada sebuah pesan singkat yang masuk, "Mas apa kabar? Semoga kamu dalam keadaan sehat. Bagaimana Mas? Sudah ada keputusan? Semoga Mas berkenan mempertimbangkannya." Azizul mendadak kaget membaca pesan singkat dari seorang wanita yang seminggu lalu ia temui. Namanya wina, ia adalah teman lama Azizul yang berparas ayu dan sukses dalam bisnis yang ia geluti. Sudah sejak lama Wina tertarik pada Azizul, diam-diam Wina mencari tahu segala aktivitasnya meskipun ia mengetahui bahwa Azizul telah menikah.Entah pesona apa yang dimiliki pria berwajah oval itu, hingga Wina menawarkan bantuan bersyarat padanya. Wina berjanji akan bertanggung jawab atas semua biaya operasi dan perawatan anak Azizul dan Yayang Ira asalkan Azizul bersedia menikahinya tanpa perlu menceraikan Yayang Ira. Azizul terkaget mendengar pernyataan Wina, ia tidak pernah membayangkan kalau Wina akan mengatakan hal demikian. Maka dengan tegas Azizul menolak, sebab tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya untuk menduakan Yayang Ira yang baru ia nikahi 2 tahun lalu. "Pesan dari siapa Mas?" Suara Yayang Ira mengagetkan Azizul Yang sejak tadi ia pandangi. "Dari temen Yang ...," Azizul tergagap. "Oh ..." Yayang Ira mengangguk. Azizul tidak sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya kepada yayang Ira. Tapi ia juga tidak tega melihat kondisi anaknya, juga melihat kesedihan yang menggelayut di wajah Yayang Ira. Hatinya berkecamuk, segala cara telah ia lakukan untuk mencari dana yang hitungannya mencapai lebih dari satu miliar. "Oh iya, Mas. Tadi Ira meminta bantuan dan mencari pinjaman kepada teman-teman. Tapi mereka juga hanya bisa membantu seadanya." "Gak apa-apa Yang, yang penting mereka ikhlas membantu. Bersama kesulitan akan ada kemudahan Yang, selama kita bersama Insya allah semua akan terasa lebih mudah." Azizul menenangkan Yayang Ira sekaligus menyembunyikan kegelisahan hatinya. *** Azizul terjaga dari tidurnya, pikirannya gelisah, sesekali bayangan Wina dan bayi mungilnya datang silih berganti. Akhirnya Azizul memutuskan untuk mengatakan hal yang mengganggu pikirannya kepada Yayang Ira. *** "Yang, mas mau mengatakan sesuatu." "Mengatakan apa Mas?" "Tapi berjanjilah Yayang tidak akan marah ..." "Memangnya apa yang mau Mas katakan?" "Sebenarnya ada seorang teman yang menawarkan bantuan kepada mas untuk melunasi biaya pengobatan termasuk biaya operasi anak kita. Tapi dengan syarat ...," kata-kata Azizul terhenti. "Syarat apa Mas?" Yayang Ira menyelidik. "Syaratnya Mas harus menikahinya, tanpa berpisah dengan Yayang." "Apa Mas?" Yayang Ira terkejut, seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar. "Ini pilihan yang sulit yang." "Yayang Ira tertunduk lesu seperti ada sesuatu yang bergejolak dalam hatinya." *** Yayang Ira duduk di sisi tempat tidur, matanya lekat memandangi wajah lelap bayi mungilnya yang baru berusia lima bulan, sesekali tangannya ia kecup. Bulir bening mengalir dari sudut mata Ira, matanya terpaku pada tubuh anaknya, sementara pikirannya menerawang mengingat pernyataan Azizul semalam. "Allah, apa yang harus hamba lakukan ...,"Ira meratap dalam hati Azizul masuk ke dalam ruang pe tersebut, lalu menghampiri Yayang Ira. "Yayang, maafkan mas, mas tidak bermaksud melukai hati kamu. Tanpa restumu pernikahan itu tidak akan pernah berlangsung, Yang. Sungguh, tak pernah sedikitpun mas berpikir untuk menduakan kamu. Mas janji akan mencari cara lain untuk menyelesaikan masalah ini." Seketika hening, beberapa saat kemudian Yayang Ira bersuara, "Mas, Ira ikhlas Mas," air mata Ira menderas, "Ira ikhlas karena Allah ..." Azizul langsung memeluk Yayang Ira, air matanya pun turut mengalir. "Menikahlah Mas ..., Menikahlah." Ira terbata dalam pelukan Azizul. "Tapi Yang ..." azizul melepaskan pelukannya "Ira sudah memikirkannya Mas, Ira percaya bahwa Mas bisa berlaku adil. Lakukanlah, demi anak kita Mas." Ira memohon. Azizul diam sejenak, lalu menjawab, "Baiklah Yang, semua itu akan mas lakukan demi cinta mas kepada kalian. Tapi satu hal yang perlu kamu tahu, apapun yang terjadi cinta mas padamu takkan pernah pudar." "Terima kasih Mas, semoga ini pilihan terbaik untuk kita." Kemudian Yayang Ira menghampiri bayinya dan berbisik, "Cepat sembuh ya Sayang, ayah dan ibu sayang kamu ..." kecupan hangat Yayang Ira mendarat di pipi anak mereka. *** Medan, 18 April 2015 Tantangan KBMA babak konser stage ll (menuju Top 10) Cc. Prawiro Toko Asma Nadia Wiraswesti Kayla Mubara Tri ati Rizki fuji Fajriatun Richie Permana Harianto Sutrisno Dinu Chan Vera Yuniar Dwi Masrokhah Muqoddasah Adin Neferu Aziz Affan AhaQi Yunett Senjakala Diana dien Sya Cyma by Salmah Lukmana

Related Posts:

0 Response to "Salmah Lukmana"

Posting Komentar