Anang Fauzy Gerard

Apakah Surga Untuk Nafiez di Rumahku itu Kamu? Heran! Kenapa pikiran ini tiba-tiba muncul? Padahal aku selalu berusaha memangkasnya agar tidak menyakiti hati anakku, Nafiez. Cinta memang anugerah dari Yang Maha Kuasa. Tapi apakah aku harus menerima anugerah tersebut jika kebahagiaan anakku menjadi taruhannya? Tentu tidak! Berawal dari sakit yang memaksaku mendekam di tempat yang sebenarnya ingin kujauhi, rumah sakit. Aku mengenalmu sebagai dokter yang baik. Aku tak tahu apakah itu hanya sekedar profesionalitas kerjamu sebagai seorang dokter, atau memang kau benar-benar tulus menangani pasien-pasienmu? Entahlah! Yang pasti, kau berbeda dari dokter-dokter yang biasa kukenal. Setiap pagi kau tak pernah absen mengecek tensiku dengan wajah yang selalu tersenyum. Mengkondisikan selang infus agar tetap mengalir. Mengganti sprei, selimut, dan sarung bantal dengan yang baru. Kemudian mengisi kotak obat dan menyuruhku untuk meminumnya setelah makan. Tak lupa pula kau selalu menanyakan kondisiku, menampung keluhan-keluhan yang kurasakan, dan yang pasti senantiasa memberikan suport agar aku tetap semangat mengalahkan penyakitku. Pernah suatu ketika, kau menyuntikkan vitamin syaraf kepadaku guna meringankan rasa nyeri yang ada pada tulang belakangku. Karena aku phobia jarum suntik, maka aku berusaha menolaknya. Tapi kau selalu menenangkanku dengan mengatakan perbanyak istigfar jika suntikannya terasa sakit. Ajaib memang! Hal yang aku takutkan ternyata tidak terjadi. Ya, mau tidak mau aku harus berterima kasih kepadamu. Aku terkena osteoporosis, di mana tulang belakangku rapuh dan bengkok. Aku tahu itu setelah hasil ronsen di lab keluar, dan gambarnya memang benar bahwa tulang belakangku bermasalah. Aku tak tahu apa penyebabnya. Tapi katamu, aku terlalu banyak duduk dan tidur dengan posisi yang salah, kurang olah raga, serta pola makan yang tidak dijaga dengan baik. Beruntung aku dirawat oleh dokter spesialis bedah tulang sepertimu. Kau baik, sopan, dan friendly terhadap anggota keluargaku, terutama kepada Nafiez. Kau selalu membesarkan hati Mama dan Be agar tetap sabar dan berdoa supaya aku bisa berjalan kembali. Kau juga sering menghibur Nafiez dengan memainkan Ultramannya sehingga bisa berbicara. Jadilah Nafiez lupa akan kesedihannya menunggu Papapnya di rumah sakit. Terbuat dari apakah hatimu itu, Dokter Ra? Mengapa aku sampai terjatuh ke dalam dan berusaha agar memilikinya? Bahkan setelah kusembuh dan bisa berjalan lagi, aku selalu rutin mengunjungi Poli Bedah Orthopedi bersama Nafiez hanya untuk melihat senyummu. Tuhan, maafkan aku jika kini kujatuh cinta lagi. Ada sosok yang sanggup menjagaku dan jagoan kecilku, seperti sosok Hulwah menjaga kami. Bukan berarti aku tidak mencintainya lagi, tapi mungkin ini saatnya aku memenuhi keinginan Hulwah untuk mencarikan Momy baru buat Nafiez. Tapi, apakah memang dia yang terbaik? Dokter Ra, Nafiez merasa nyaman bila berada di sampingmu. Tapi aku takut jika kau akan menolak pinanganku, meskipun kau sudah tahu statusku sebagai single Dad bagi Nafiez. Aku mencintaimu sejak pertama kali kaumenyuruhku beristigfar setiap kali jarum suntik itu masuk ke dalam tubuhku. Salahkah aku jika memelihara rasa ini dan berharap akan ada jawabannya? Pertanyaanku kepadamu selalu saja sama, apakah surga untuk Nafiez di rumahku itu kamu? Antara semoga, entah, dan pasti yang berebut memenuhi ruang kepalaku. Tapi aku selalu berharap agar pastilah yang menjadi pemenangnya, sehingga kita sama-sama akan menyatu dalam ikatan pernikahan yang diridhoi-Nya. Aamiin ... :) Pada sudut kota ini yang baru saja disiram oleh tarian hujan, aku mengharapkanmu. Bekasi, 20-4-2015. Papap. by Anang Fauzy Gerard

Related Posts:

0 Response to "Anang Fauzy Gerard"

Posting Komentar