Julian Toni
Ikut memeriahkan tantangan KBMA 2015 PENULIS BUNTUNG JULIAN ft PRAWIRO --------- Alkisah pada jaman keagungan kaisar Aziz di alam Jin. HIduplah seorang penulis yang sangat mahir. Tintanya mewarnai seluruh jagat jin. Jangankan tintah merah, yang berwarna keemasan tak sungkan dia tebarkan. Penuh kebaikan. Julian dari negeri merah jambu sang penyair kasih. Yayang Ira istri kaisar Aziz, suatu hari gundah merana mendapati dirinya ditumbuhi semacam lumut hijau tua agak kekuningan. Pipinya semakin hari semakin hijau. Dia menuduh tanpa dasar yang logis bahwa semuanya disebabkan oleh mantra-mantra kasih yang ditebar Julian ke seluruh alam jin. Aziz murka. Seluruh bala tentaranya diutus untuk menghabisi Julian. Tetapi penulis tetaplah penulis. Mata Julian dicongkel dengan sadis. Darah membajiri kota Jun, tempat tinggal para pengikut Julian. Di sana tidak dikenal kematian, tetapi mata tetaplah mata. Bila dirusak fungsinya menghilang. Kini tinggallah penyair buta. ---- Altar istana "Lapor, Paduka! Target berhasil dibumi-gosongkan, Desa Jun sekarang rata dengan darah dan mata," lapor Adipati Richie, panglima terganteng dengan kumis sebelah menyamping ke tengah itu bangga. "Bagaimana dengan si biang kerok itu?" tanya kaisar Aziz agak setengah senang setelah separonya meriang, "Berkat kepiawaian ksatria kita, Sekali di-Kick! Full dipastikan ia kini tak bisa lagi melihat keindahan typo-nya Paduka! Matanya kami congkel dengan mata pancing, mata kakinya kami buang sehingga dipastikan tak lagi bisa mengais mata pencariannya, Paduka," terang Adipati Richie sambil kaki kirinya terus-terusan menggaruk kaki kanan. "Percuma, Kanda!" sanggah suara permaisuri kepada Kaisar Aziz menggelegarkan aula istana, "Dia hanya buta, tapi masih bisa bersuara, tangannya pasti masih bisa menuliskan mantra, mulutnya akan terus mengumbar prosa berdiksikan alergi dari diksidiksi untuk tubuh ini," Yayang Ira bernarasi marah bercampur kecewa hingga pipi hijaunya makin merona, "Sebelum tubuh berlumut ini makin menduri, atau kelopak-kelopaknya membuat suku bunga semakin meninggi, jangan tunggu sampai kekuatan Dinda untuk terus hidup menjadi inflasi, Selesaikan dia, Kanda! Sebelum kasih sayang di antara kita ter-akuisisi oleh kekuatan Rundap!" titah istri pada suami yang sepertinya menutup jalur negoisasi, "Kalian dengar! Ringkus dia hidup-hidup walau kutahu ia tak bisa mati, bawa ke sini dan biarkan Aku sendiri yang akan meng-eksekusi tanpa excuse me!" perintah kaisar pada Adipati Richie, "Siap! Paduka!" ------ 101 pasang mata tak berdaya menatap Julian yang kini terbelenggu pada tangan dan kaki, mulut tersumpal ... di batas bening jiwa matanya terlena menatap sesosok wajah yang menitikkan air mata. Wajah manis itu mencoba menguatkannya ... Julian mengerti tapi ia tak bisa memberi senyum menandakan bahwa ini akan baik-baik saja. Dian ... tak seharusnya kau melihat kepahitan ini dalam hidupmu, batin Julian ... "Selamat tengah hari wahai pendudukku! Kalian luar biasaaa ...," ucap Kaisar Aziz mengawali pidato sebelum eksekusi dimulai, "Hari ini, didepan kalian bersama Umi dan Adipati Richie, si penebar bencana akan dieksekusi, sekian dariku, terlebih terkurang hanya dalam ujian Mit atau semester! Kahkahkah!" singkat saja orasi kaisar, lalu ia kembali duduk dan menggosok akik terbaru, "Sebutkan permintaan terakhirmu, Jul?" Algojo Delcandrevidezh bertanya, sumpalan pun dilepas, "Apa itu perlu?" kata Julian, "Aahh, kamu mah gitu orangnya deeeh," Algojo pun salah tingkah, walau setelah itu terkekeh gemes, "Baiklah, dengarlah! Walau kau ikat mulutku, dicongkel mata, tapi aku akan tetap menebar syair kasihan dan sayangin lewat tanganku! Tak ada kematian di sini, tidak juga pada karya-karyaku!" "Cukup! Penggal tangannya!" teriak Permaisuri Yayang Ira tak sabar, "Hentikan!" Suasana mendadak hening, seluruh yang hadir tadinya deg-degan kini ser-seran mendengar kekuatan suara barusan, "Eyang Wiro ...," "Cukup! Cerita ni tak perlu dilanjutkan, ini kan kerjaannya KBMA, Kalian Bisa Menulis Apasaja, lagian tidakkah kalian perhatikan EYD?" kata Eyang tepat di tengah para hadirin, "Eyd tu apa eyang?" tanya Aziz heran, "Eyang Yang Djomblo, wik wik wik!" End by Julian Toni
0 Response to "Julian Toni"
Posting Komentar