Karmaku Ku lihat kiri-kanan, sepi. Tak seorangpun yang mengusik tempat persembunyian kami. Aku, Dian, dan Yani bergegas menaruh benda untuk keperluan nanti. Sesekali, mataku kembali beraksi melihat kiri-kanan di jalan itu, takut kalau-kalau ada orang yang melihat aksi kami. Di sebelah kananku, Yani tengah mempersiapkan meriam bambu, yang sejak 2 hari yang lalu kami bopong ke bukit dekat desa, dan kami sembunyikan disini. Sedangkan Dian tengah mempersiapkan minyak tanah yang ku curi di dapur ibu siang tadi. "Ta, panggil teman-teman yang lain agar mereka cepet kemari, bantu kita." ucap Dian kepadaku, kemudian segera ku anggukkan kepala tanda setuju dan beranjak dari tempat itu. Belum dua langkah, Dian kembali berpesan, " jangan ribut, dan jangan terlalu banyak yang kau ajak, hanya Amir dan Dani saja, oke...!" "Siap, bos...." jawabku, dan langsung melesat ke tempat bermain Amir dan Dani. Aku dan empat sekawanku kini telah siap menyalakan meriam bambu atau yang sering kami sebut kenikusan. Ketika ada motor atau mobil yang kami dengar di ke jauhan, kami pun menyalakan meriam kami, dan kemudian. "DUAAAARRR...!!!" Suara menggelegar keluar dari meriam bambu tersebut, dan apakah kalian tahu? Motor atau mobil yang tengah lewat tadi seketika itu juga berhenti, sang pengemudi turun lalu memeriksa ban motor mereka. Ada juga yang tanpa memeriksanya, sang pengemudi menuntun sepeda motornya. Dan, itulah kepuasan kami. Usiaku waktu itu sekitar 12 tahun, memancing ikan di sungai, bermain kelereng, bermain bola, hingga merokok menggunakan batang kacang panjang pernah ku lakukan bersama kawan-kawanku yang kesemuanya laki-laki dan hanya aku yang perempuan. Entah, ibu ku tahu atau tidak kelakuan waktu itu, yang jelas ia membiarkanku merasakan indahnya masa kanak-kanakku. Dan setelah masuk MA(Madrasah Aliyah), aku pun berhijab, baik di rumah atau pun di sekolah tetapi, masih dengan langkah tomboy ku. Nah, sekarang setelah menikah dan punya anak, aku benar-benar jadi perempuan. Dan di saat inilah ku rasakan karma itu. Siang tadi, sepulang sekolah. Aku mengajak putriku membeli perlengkapan sekolahnya di sebuah mini market. Saat melewati sebuah jalan, aku melihat ada si biru tergeletak di pinggir jalan raya, siapa yang tak tergiur. Spontan saja ku tekan rem dan berhentilah si sepeda motor, ku suruh putriku diam di atas motor, sedangkan aku berjalan berniat mengambil si biru. Ku lirik kiri-kanan. sepi, lalu ku ambil saja si biru, dan astaga..., entah darimana bocah-bocah itu keluar menertawaiku, ku lihat yang ku pegang tadi adalah hanya uang mainan saja.hmmm..., nasib. by Echa Maricha
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Echa Maricha"
Posting Komentar