Mengkafani 'Masa Lalu' dan 'Masa Depan' Restu 15 Apr 2015 | 23:01 Aku hidup seperti dikejar-kejar waktu. Aku membuat rencana yang detil pada setiap jengkal nafasku. Pada waktu dan usia tertentu, aku sudah harus menyelesaikan sesuatu yang sudah menjadi rencana besarku. Pada usia yang lainnya, aku sudah harus punya sesuatu, dan sebagainya. Detik demi detik, menit demi menit kulalui dengan penuh kecemasan dan kekuatiran. Dan ternyata benar aja, bahwa 'hidup tak se-rasional apa yang digambarkan pikiran.' Ketika rencana-rencanaku tidak sejalan dengan pikiran yang hidup di batok kepalaku, aku begitu kecewa. Aku mulai membandingkan keadaan yang aku alami dengan keadaan yang kurencanakan. Analisa perbandingan ini selalu saja melahirkan kesedihan yang tak kunjung redam. Kesedihanku sekarang menjadi akar dari depresi, stress dan berbagai penderitaan batin lainnya. Kondisi seperti ini, ternyata bukan aku saja yang mengalami. Banyak manusia lainnya yang mengalami hal serupa ini. Mereka membuat rencana yang detil dalam hidupya. Pada usia tertentu, mereka merasa harus sudah punya pasangan. Dan beberapa tahun berikutnya, mereka berencana untuk segera menikah. Setelah menikah, mereka juga segera langsung berencana punya anak. Semua sudah terpeta dan terencana. Namun, sayangnya, hidup selalu berkelit dari rencana. Ketika rencana dan kenyataan tak berjalan seiring, kekecewaan dan kesedihan pun datang melanda. Rencana adalah keadaan yang kuinginkan di masa depan. Aku mencoba menarik kondisi masa depan pada hari ini, mempetakan apa-apa yang bakal kualami di masa yang akan datang. Aku menganggap rencana itu menjadi sebuah kebenaran, dan aku meyakini hal itu benar adanya. Namun, lagi-lagi rencana itu tak seindah kenyataanya, hingga menyadarkanku bahwa ternyata jalan hidup ini penuh dengan paradoks kehidupan. Pengertian paradoks adalah dua hal yang berbeda, seperti sedih-gembira, senang-susah, menderita-bahagia dan lain-lain, namun semua itu benar dalam keutuhannya. Meskipun kita menolak membagi dunia ke dalam dua kategori ini, namun kenyataan yang terjadi demikianlah adanya. Paradoks memberi ruang untuk ketidak masuk akalan. Inilah hukum yang mengendalikan seluruh kenyataan yang ada dalam hidup kita, sebagai manusia. Ketika aku mengikuti hidup sesuai dengan rencana, maka apapun yang kutemui dalam hidup ini akan kuhadapi, kalo perlu dengan berbagai pengorbanan demi rencana tersebut. Aku harus memaksakan kehendakku agar sesuai dengan rencana yang telah kutetapkan, kalo perlu dengan berbagai ambisi yang kumiliki. Dan pada akhirnya, aku terjebak pada situasi tegangan hidup antara masalalu dan masa depan. Inilah lorong gelap, yang penderitaan panjangku selama ini. Secara alamiah, aku mengetahui, bahwa aku hidup di masa kini. Dan kusadari juga bahwa, masa lalu tidaklah sungguh ada, karena ia hanya sebentuk ingatan atas peristiwa yang tak lagi ada. Masa depan juga tidak sungguh ada, karena ia hanya terbentuk dari harapan dan bayangan semata yang terlegitimasi oleh sebuah rencana. Jadi, jika kupikirkan secara tepat dan alamiah, hidupku hanyalah di masa kini. Namun, legitimasi sebuah rencana membuatku menjadi terbiasa fokus pada rencana yang telah kutetapkan sendiri. Aku melihat masa depanku sebagai kenyataan. Dan, aku mengingat apa yang telah lalu secara berlebihan, sehingga itu membuat kucemas dan kuatir secara berlebihan. Penyesalan dan kemarahan atas apa yang telah lalu pun muncul. Pada titik ini, aku lupa, bahwa aku memikirkan apa yang tidak ada. Aku juga membuang-buang energi percuma, serta menciptakan penderitaan tanpa alasan untuk diriku sendiri. Kebiasaanku berpikir tentang masa depan, juga telah menyesatkanku pada rencana dan ambisi. Aku mengira, bahwa rencana dan ambisi adalah sesuatu yang nyata. Aku pun lupa, bahwa keduanya tidaklah sungguh ada, melainkan hanya sekedar bayangan semata. Jika yang ada adalah masa kini, maka waktu yang kumiliki menjadi tidak relevan lagi. Pada titik ini by Res Tu
0 Response to "Res Tu"
Posting Komentar