Nina Inayah

WANITA ITU, MIRNA ! Oleh : Nina Inayah Ponselku berdering. “Om, Marlina kecelakaan. Dan sekarang ada di rumah sakit.” Ucap suara di seberang sana. “Apa ? kecelakaan ?” jawabku kaget. Aku segera menuju ke alamat rumah sakit yang di tunjukkan oleh seseorang yang menelepon tadi. Disana, ada beberapa teman Lina yang masih memakai seragam sekolah. Menurut penuturan mereka, Lina tertabrak sebuah truk saat ia hendak pergi bersama seorang temannya memakai sepeda motor untuk belajar kelompok. Teman Lina telah meninggal di tempat kejadian. Dan Lina.. entahlah. Aku belum tahu keadaannya. Dokter keluar dari ruangan. “Bagaimana keadaan putri saya, Dok ?” Tanyaku khawatir. “Maafkan kami. Kalian terlambat membawanya ke sini. Korban terlalu banyak kehilangan darah. Kami tidak bisa menolongnya.” Jawab Dokter. Tubuhku lemas. Ku rasakan ribuan peluru menembus jantungku. Marlina, mengapa kau pergi lebih dulu meninggalkan Ayah.. Aku sangat terpukul dengan kepergian anakku satu-satunya. Seseorang yang ku punya satu-satunya. Hari-hari ku pun menjadi terasa sepi. Tak ada lagi tingkah konyol Marlina yang selalu bisa menghiburku. Tak ada lagi yang memasak sup jamur kesukaanku. Tak ada lagi nyanyian suara merdunya yang hampir setiap hari ku dengar. Aku pun tak lagi mengantarnya ke sekolah memakai motor bebekku. Semua kenangan bersama Marlina terlihat jelas di mataku. Pagi ini, ku putuskan untuk cuti kerja. Tubuhku tiba-tiba ngilu. Aku merasakan bosan jika hanya tiduran di kasur. Untuk menghilangkan rasa jenuh, dan untuk menyegarkan tubuh, ku sempatkan menyirami taman di halaman rumah. Tiba-tiba suara bel petugas pos mengagetkanku. Ada surat untukku. Entah dari siapa. Ku buka surat bersampul cokelat muda itu. Penasaran. “Bryan, maafkan aku. Tak terasa empat tahun sudah kita berpisah. Sejujurnya aku tidak menginginkan perpisahan ini. Ini hanya karena masalah keadaan saat itu. Saat itu aku sangat terpukul dengan keadaan kita. Namun, aku salah. Keadaan sekarang malah semakin bertambah parah. Saat itu, aku menikah dengan seorang pengusaha. Dua bulan kemudian, dia menceraikanku. Aku menolak permintaannya. Aku menolak keluar dari pekerjaanku. Dan kini, aku ingin bersatu lagi denganmu. Oh iya, Bagaimana kabar Lina ? Sudah besarkah dia ? Menjadi anak baikkah ? Apa dia masih memaksamu mengantarnya ke sekolah dengan motor bebekmu ? Balaslah suratku ini. Aku tak punya nomor barumu. Jadi, aku mengirimnya lewat pos. Ini nomorku, 087726409654 Mirna. Ku balas suratnya ke nomor yang tertulis di surat itu. “Lina sudah pergi ke surga !” Hanya kalimat itu yang ku balas. Aku menelan ludah. Terbuat dari apa hati perempuan iblis itu ? Sehingga ia begitu mudahnya mengatakan ingin bersatu lagi denganku ? Kemana saja dia selama 4 tahun ini ? Mengapa baru sekarang ia menanyakan kabar anaknya ? Hatiku ngilu. Kepalaku berat. Dulu aku sangat mencintaimu. Selama bertahun-tahun, kau telah menemani hidupku. Kau berhasil membuatku bahagia. Kebahagiaanku menjadi lebih lengkap saat bidadari kecil itu turun ke dunia. Kau begitu menyayanginya. Sebelas tahun hidup bersamamu, aku menemukan keganjilan didalam dirimu. Kau berubah. Kau tak lagi perhatian dengan bidadari kita yang saat itu menginjak remaja. Kau jarang berada di antara kami. Jarang berada di rumah. Setiap ku pulang dari kantor, aku tak menemukanu di rumah. Paginya, tiba-tiba kau sudah berbaring di tempat tidur dan terlelap. Entah kapan kau datang ke rumah. Kecurigaanku bertambah saat aku membaca sms di ponselmu dengan nama kontak laki-laki. Aku telah mengetahui semua yang kau lakukan selama ini. Ku cari alamat teman-temanmu. Dan benar, kau memang bukan wanita baik-baik. Pekerjaanmu itu sungguh hina dan menjijikan. Namun, logikaku kalah oleh perasaan. Aku masih sangat mencintaimu. Biar saja ku anggap semuanya baik-baik saja. Tanpa melihat bagaimana kelakuanmu. Aku tak menyangka, tiba-tiba suatu hari, aku mendapatkan hal yang sangat menyakitkan. Kau yang meminta perpisahan dengan alasan keadaan ekonomi keluarga kita yang menurutmu serba kurang. Kau memutuskan hubungan sepihak. Tanpa memberitahuku lebih dulu. Betapa sakit dan hancurnya hatiku saat itu. Aku mencoba membencimu. Ya, membencimu sebisa mungkin. Aku mulai melupakanmu. Hanya hidup dengan bidadari kita yang telah remaja. Ia tumbuh menjadi gadis yang energik dan cantik sepertimu. Tapi, satu minggu yang lalu, ia telah pergi menemui Tuhannya. Kau tidak bisa lagi melihatnya, Mirna ! “Aw !” Aku mengerang kesakitan. Memegangi punggungku yang semakin hari semakin ngilu saja. Setelah ku periksakan ke dokter dengan diantar Kosim, tetanggaku, Dokter mengatakan bahwa aku terkena kanker tulang. Ku habiskan hari-hariku di rumah seorang diri. “Permisi !” Suara perempuan terdengar dari luar. Aku membuka pintu. Dan.. aku tercengang. Di depanku, berdiri seorang perempuan dengan wajah yang tak asing lagi. Mirna. “Mas.. maafkan aku.” Tangisnya pecah. Lalu menghambur dan bersujud di kakiku. Aku hanya diam membisu. “Lina mas.. Lina. Aku ingin bertemu Lina. Kau berbohong kan ? Dia masih ada kan ?” Mirna berhambur masuk ke dalam kamar Lina. Lalu memeriksa semua ruangan. “Linaaaaa...! Linaaa ! Kamu dimana, Nak ?” Teriaknya menyusuri seluruh ruangan sambil menangis histeris. Ku pendam amarahku saat itu juga. Ingin ku mencaci wanita itu habis-habisan. Kalau perlu, ku cabik-cabik wajahnya. Namun, semua itu tak ada gunanya lagi. Terlalu lelah jika aku harus berdebat dengan wanita itu. Aku mematung. Tiba-tiba, tulangku nyeri. Semakin nyeri. Kepalaku berat. Tubuhku lemas. Setelah itu, ambruk. Semuanya gelap. by Nina Inayah

Related Posts:

0 Response to "Nina Inayah"

Posting Komentar