#Event_Menulis_Cepat BAU By: Ibun Ada kekurangan (atau keunikan?) dari diri saya yang tidak bisa dihindari. Yaitu sensitif terhadap bau. Beruntungnya kalau berhubungan dengan masakan. Aroma harum kue bolu yang sudah matang, atau masakan yang gosong jadi cepat terdeteksi. Paling suka membaui aroma 'bongkot' (dalam bahasa Indonesia kecombrang), entah mengapa tumbuhan seperti sereh ini mempunyai aroma khas yang sanggup memompa nafsu makan saya semakin meningkat. Pertama kali kenal dengan masakan berbahan dasar bongkot ini sewaktu KKN (Kuliah Kerja Nyata) belasan tahun yang lalu di Rejasa Tabanan, salah satu desa subur penghasil beras terbaik di Bali. Di hari ke sekian, kami para mahasiswa dijamu makan malam di rumah salah satu penduduk. Karena saya berkerudung, mereka menghormati dengan memasak masakan non babi. Meski demikian saya harus berhati-hati dengan menjalin komunikasi yang manis yang tidak menyinggung penjamu, sehubungan dengan kehalalan masakannya. Menu saat itu adalah tum bongkot yang terbuat dari batang bongkot muda dan cabe yang diiris tipis, plus terasi Lombok (terasi dari daerah Lombok Nusa Tenggara Barat) dan minyak kelapa asli. Dibungkus daun pisang kemudian dikukus. Menu lain adalah mie instan dan serombotan (sejenis urap khas Bali). Begitu enaknya bongkot ini hingga aroma, rasa dan keramahan penduduknya masih saya ingat sampai sekarang. Dan pengalaman tidak menyenangkan sehubungan dengan bau adalah ketika hamil anak pertama. Dengan kondisi mual dan selalu ingin muntah, teman sekantor yang entah jarang mandi atau tidak ganti baju, wara-wiri di dekat saya. Ya Salam, membuat saya harus ijin beberapa hari untuk bedrest karena terlalu banyak cairan yang keluar dari tubuh. Tidak sopan bukan, meminta dia untuk sering mandi atau ganti baju? End by Ibun
0 Response to "Ibun"
Posting Komentar