Fatamorgana Aku sedang sedih ketika perempuan itu datang kepadaku dan membawakan secercah kebahagian yang dapat mengobati kesedihan itu. Perempuan yang berhasil memaksa diriku keluar dari kesedihan itu dan menggantinya dengan sebuah kebahagian. Tetapi setelah perempuan itu pergi, kesedihan itu kembali datang. Walaupun begitu, dia akan datang lagi dengan kebahagian itu dan berhasil memaksaku untuk menerimanya kembali. Hal itu terjadi secara terus-menerus dan berulang-ulang kali. Aku tidak pernah tahu perempuan itu datang darimana atau darimana dia tahu tentang aku atau mengapa dia datang kepadaku. Perempuan itu datang begitu saja kedalam hidupku. Hidup yang selalu dirundung dengan kesedihan. Yang lebih mengherankan diriku adalah kebahagian yang dibawanya. Tidak mudah untuk menyembuhkan kesedihanku ini karena kesedihan yang kualami ini adalah kesedihan yang abadi. Kesedihan yang telah ada sejak diriku dilahirkan. Ya, aku memang pemuda yang penuh dengan kesedihan. Ibuku meninggal ketika melahirkan diriku. Sedangkan ayahku sendiri membenci kelahiranku ini. Menurutku, ayah menaruh dendam kepadaku. Bagaimanapun aku adalah penyebab kematian istri yang sangat dicintainya itu. Ayah sering memukuli dan menyiksaku. Setiap hari dia melakukan hal itu kepadaku. Tetapi aku tak pernah menaruh dendam dan membencinya walaupun siksaan dan pukulan itu menyakiti tubuhku. Tubuh yang dipenuhi dengan luka memar. Bertambah dan terus bertambah sakit di tubuhku itu. Menyebabkan luka memar bermunculan hampir di sekujur tubuhku. Ayahku sepertinya menyadari kondisiku ini yang pada akhirnya membuat dia berhenti memukulku dan menyiksaku. Selanjutnya aku tumbuh besar dengan sendirinya. Walaupun kesedihan selalu hadir di dalam hatiku, aku masih ingin merasakan indahnya sebuah pertemanan. Tetapi aku tidak pernah mempunyai teman. Sulit sekali bagi diriku untuk mendapatkan seorang teman bermain. Karena seringnya diriku melukai teman-temanku, padahal hal itu tidak pernah kusengaja. Sampai orang tua mereka melarang untuk bermain bersamaku. Hal itu terus berlanjut sampai diriku besar sekarang. Aku tidak pernah berani mendekati perempuan karena takut akan melukainya sama seperti teman-temanku. Walaupun diriku juga ingin merasakan cinta dari seorang perempuan. Aku sering membantu ayahku yang sebagai petani di ladang. Sekedar mencabut gulma-gulma di sawah atau hanya sekedar mengusir burung-burung yang mengganggu tanaman padi ayahku. Tapi sepertinya ayahku tak pernah melupakan dendamnya itu. Dendam karena aku yang menyebabkan istrinya mati, yaitu ibuku. Sebenarnya ayahku tidak pernah menyuruhku untuk membantunya. Aku sendiri juga tidak pernah menunggu untuk disuruh membantunya. Aku hanya ingin melakukan hal itu saja dan ayah tidak pernah melarang hal itu. Hidup dalam kesendirian itu tidak menyenangkan. Tetapi diriku ini tidak bisa apa-apa. Walaupun lama kelamaan aku memikirkan hal itu. Terus terang hal itu sangat menggangguku. Tentu saja aku pernah mencoba untuk bunuh diri. Tetapi bunuh diri itu ternyata tidak mudah. Banyak hal yang harus benar-benar dipikirkan. Aku jadi lebih sering melamun. Kemudian aku menemukan tempat terbaik untuk melakukan hal itu, yaitu di taman. Tempat diriku menghabiskan hari-hari. Tempat diriku merasakan semua kesedihan itu. Suatu hari perempuan itu datang. Dia datang dengan sejuta cinta. Perempuan itu seakan memaksa diriku untuk menerimanya. Aku ingin menolak, tetapi hatiku terlalu lemah untuk melakukan hal itu. Seakan diriku terpesona olehnya. Perempuan itu akan datang setiap diriku merasa sedih. Seakan kedatangannya telah dia siapkan untuk menghiburku. Aku mulai berani berharap. Aku mulai berani memikirikan untuk mencintainya. Tetapi aku tidak akan pernah berhenti juga memikirkan hal yang akan terjadi jika aku bersamanya. Tetapi semuanya diluar dugaan. Perempuan itu tidak menolak cintaku. Dia tidak akan pergi lagi dan akan selalu ada untuk diriku. Tetapi dengan syarat tidak ada ikatan yang terjadi antara kita. Aku tidak berani meminta lebih kepadanya. Hal itu saja sudah cukup bagiku. Datang disaat aku membutuhkannya. Dia juga pernah membawakan diriku masakan yang dia buat sendiri. Masakan yang di buat dengan penuh cinta dan kasih sayang. Seakan-akan kesedihan yang menyelimuti diriku hilang. Tapi suatu hari perempuan itu meminta sesuatu kepadaku. Meminta diriku untuk melepaskannya. Tentu saja aku heran. Mengapa dia harus pergi sekarang? Mengapa dia harus pergi di saat kasih sedang melambung tinggi?. Tetapi aku tidak pernah menolak permintaan itu. Karena aku tahu bahwa setiap percintaan pasti akan ada perpisahan. Tetapi aku ingin sekali mendengarkan alasannya mengapa dia ingin aku melepaskannya? Hingga suatu hari perempuan itu bercerita. Ternyata perempuan itu sebelumnya telah memiliki seorang kekasih. Kekasih yang sifatnya hampir sama dengan diriku, selalu dipenuhi kesedihan. Setiap perempuan itu datang ke taman untuk menemuiku, kekasihnya itu akan merenung dan menyendiri dalam gudang rumahnya dan tidak mau keluar. Dia ingin merusak dirinya. Karena hati yang tercabik akan dapat membuat tubuh tercabik juga. Kata perempuan itu kekasihnya akan berhenti berbuat seperti itu jika dia kembali bersamanya. Dan berjanji tidak akan menemui lelaki lain selain dirinya. dan perempuan itu setuju. Aku hanya bisa diam dan mematung melihat kenyataan ini. Seakan-akan kebahagian yang kurasakan saat itu hanyalah fatamorgana. Kini kesedihan yang selama ini menemaniku datang kembali. Datang dan akan menjadi teman hidupku selamanya. Tak peduli jika ada orang lain datang untuk menghiburku. Karena diriku sudah mulai bosan dengan kehidupan ini. Tak peduli keindahan yang selalu dipamerkan oleh orang-orang. Sebab semuanya fatamorgana. by Dita Pepe
0 Response to "Dita Pepe"
Posting Komentar